Ujian Nasional Berbasis Komputer versus Berbasis Kertas Pensil

Ujian Nasional Berbasis Komputer di tingkat SMA-SMP sederajat semakin meluas. Dengan semangat berbagi sumber daya di antara sekolah yang berbeda jenjang pendidikan, ujian nasional berbasis komputer yang awalnya hanya diikuti 2 persen peserta pada tahun 2015 kali ini bisa mencakup 78 persen dari total peserta. Pada tahun 2017/2018 ini, total peserta sekitar 8,1 juta siswa.

Masifnya sekolah-sekolah memilih ujian nasional berbasis komputer akan dihargai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan mencantungkan moda ujian, yakni "ujian nasional berbasis komputer" (UNBK) atau " ujian nasional berbasis Kertas pencil (UNKP)", di sertifikat hasil ujian nasional (SHUN) siswa. Penyebutan moda UN siswa dimaksudkan untuk mengapresiasi hasil UNBK yang dinilai lebih berintegritas dibandingkan dengan UN tertulis.

Perkembangan pelaksanaan Ujian Nasional tahun pelajaran 2017/2018
Perbandingan peserta Ujian nasional Berbasis Komputer dan berbasis kertas pensil

UNBK efektif meningkatkan indeks integritas UN yang membuat gambaran hasil UN lebih jujur dalam tiga tahun terakhir. Namun, dengan mulai meningkatnya integritas penyelenggaraan UN, ada dampak pada menurunnya prestasi. Terlihat sekolah yang melaksanakan UNBK dinilai punya integritas yang semakin baik meskipun hasil UN siswa berisiko turun.

Tantangan yang harus dikerjakan bersama adalah terus meningkatkan indeks integritas UN, tetapi prestasi juga harus semakin baik. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan penilaian mulai dari dalam kelas hingga tingkat sekolah. Ketika UN tidak lagi sebagai penentu kelulusan, ujian sekolah berstandar nasional yang sudah dua tahun digelar di SMP dan SMA sederajat semakin penting.

Pada tahun 2018 ada perubahan dalam SHUN. Mereka yang sebelumnya menggunakan security printing menjadi menggunakan digital signature atau barcode. Jika siswa butuh untuk menyalin ijazah, tidak perlu lagi legalisasi. Siswa tinggal mencetak SHUN yang ada barcode tersebut. Selain itu, akan disebutkan moda pelaksanaan UN yang diikuti siswa, yakni UNBK atau UNKP.

Penyebutan moda UN siswa di SHUN dipertanyakan. Ini karena ada persepsi bahwa siswa yang ikut UNBK dianggap lebih jujur atau berintegritas dibandingkan dengan siswa yang masih ikut UNKP. Padahal ada sejumlah faktor sekolah tidak ikut UNBK. Salah satunya karena sarana dan prasarana yang tidak mendukung, seperti sekolah di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal. Mencantumkan UNBK di SHUN, sebenarnya untuk mengapresiasi.

Memasukkan UNBK atau tidak ke SHUN dapat menimbulkan fungsi yang rancu. Kemdikbud kelihatannya mendiskreditkan proses penilaian berbasis kertas yang dilakukannya sendiri. UNBK juga bukan berarti lebih baikdalam segala hal dibandingkan dengan ujian berbasis kertas. Sebagai contoh seperti penjadwalan karena harus bergantian, yang berpeluang mempengaruhi skor anak.

Intinya hasil ujian anak tidak seharusnya dibedakan kualitasnya berdasarkan jenis tes yang diikuti selama penyelenggaraannya dan kompetensi yang diujikan sama. Jangan sampai anak-anak menjadi korban klasifikasi yang tidak sepenuhnya valid dan sebetulnya berada diluar pilihan/kendalinya serta proses belajarnya.

Penggunaan komputer dalam proses pendidikan sudah seharusnya digalakkan. Namun, tujaun dari belajar mengajar menggunakan komputer ini bukan hanya untuk ujian, apalagi hanya untuk mengurangi kecurangan dalam ujian. Ujian seharusnya dimamfaatkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kesiapan anak pada era digital.

logoblog
Previous Post
Posting Lebih Baru
Next Post
Posting Lama

Post a comment

Copyright © Manajemen Sekolah. All rights reserved.